Pemilihan
Kepala Daerah (Pilkada) Jakarta tahun 2012 yang dimenangkan oleh pasangan
Jokowi-Ahok mungkin bisa dijadikan salah satu tonggak penting dalam memaknai
nilai ahklak/ moral dan Agama.
Pilkada
adalah peristiwa politik. Berdasarkan analisis sebagian besar pengamat ahli
dalam bidang ini Pilkada akan dimenangkan oleh pasangan calon yang didukung
oleh mayoritas kekuatanpolitik daerah pemilihan. Dengan asumsi ini, pasangan
Fauzi Bowo–Nachrowi yang mengusung “tema Islami” diprediksi kuat akan
memenangkan Pilkada, karena didukung oleh mayoritas suara DPRD DKI Jakarta yang
didominasi oleh partai-partai bernuansa Islami.
Dalam
pertarungan melewati dua ronde, ternyata
pasangan Jokowi–Ahokyang didukung oleh minoritas suara DPRD yaitu dua Partai Nasionalis
yang “sekuler”, menang cukup meyakinkan, dengan beda suara kemenangan diatas 5 %.
Suatu kemenangan yang nyata signifikan.
Sepertinya
kepercayaan rakyat Jakarta kepada Partai Politik mulai meluntur, dan tumpuan
harapan mereka bergeser ke pasangan
calon dengan rekam jejak(trackrecord)
yang menjanjikan, bukan teori tapi bukti di lapangan. Calon dengan rekam jejak
mengedepankan kepentingan rakyat, dengan kepribadian amanah, berakhlak mulia
(alahklak alkarimah), pokoknya akhlak yang Islami, jenis ini yang diminati
rakyat.
“Sebaik-baik manusia adalah yang
paling bermanfaat bagi sesama manusia" (HR. Thabrani dalam Al-Ausath)
“ Dan sesungguhnya telah Kami tulis
di Zabur sesudah Lauhul Mahfuz, bahwa sesungguhnya bumi ini akan diwarisi oleh hamba–hamba_ Ku
yang sholeh (baik) (QS. Al-Anbiyaa/21:105).
Dari
peristiwa Pilkada Jakarta 2012 ini dan belajar isi hadits Rasulullah Saw. serta
firman Allah SWT. dalam surat
Al-Anbiyaa/21:105 tersebut, kita bisa mengerti mengapa Partai Politik Isam
kurang menarik menjadi pilihan rakyat. Bukan rakyatnya yang anti Islam, tetapi
sepertinya rekam jejak (trackrecord)
Partai Islam dan para tokoh-tokohnya kurang berpredikat sebagai penyandang
akhlak Islami, suatu akhlak mulia yang lebih mengedepankan kepentingan rakyat
banyak daripada kepentingan diri sendiri. Dan akhlak Islami ini bisa muncul
dari tokoh–tokoh berbagai kalangan dan faham. Kekentalan aktipitas ibadah
mahdhah dari para aktipis politik Islam ternyata belum tentu mampu memunculkan
ahklak Islami dambaan para pemilih. Benarkah ?
“Sesungguhnya aku diutus hanyalah
untuk menyempurnakan ahklak” (HR. Ahmad, Baihaki
dan Malik)
0 komentar:
Posting Komentar